TEMPO.CO, Jakarta - Istana menyiapkan Peraturan Presiden tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Perpres KPK. Sejumlah pegiat antikorupsi khawatir independensi para pegawai KPK akan luntur jika Presiden Joko Widodo atau Jokowi memberlakukan aturan ini.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana menilai draf perpres ini kian menunjukkan bahwa Jokowi ingin mengubah wajah komisi antikorupsi. "Dalam pemerintahannya Jokowi memang ingin mengubah citra KPK yang dulunya independen menjadi bagian dari pemerintah," kata Kurnia kepada Tempo, Senin, 30 Desember 2019.
Kurnia mengatakan langkah Jokowi menjadikan KPK bagian dari eksekutif ini tidak tepat. Secara teoretik dan kontekstual, langkah itu bertentangan dengan Konvensi Antikorupsi PBB (UNCAC) dan Jakarta Statement of Principles for Anti-Corruption Agencies atau Jakarta Principles. Kedua kesepakatan ini menyebutkan bahwa komisi antikorupsi yang baik haruslah bersifat independen. "Jokowi tidak memahami bagaimana konsep lembaga KPK, sehingga dia tidak bisa memperkuat lembaga KPK," kata Kurnia.
Ada sejumlah poin yang dianggap bermasalah dalam rancangan perpres KPK itu. Salah satu poin paling krusial yang dianggap akan mengikis independensi pegawai ialah keberadaan Inspektorat Jenderal KPK.
Pasal 33 huruf c rancangan peraturan presiden itu memuat kewenangan Inspektorat Jenderal dalam pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan pimpinan KPK. Peneliti ICW Wana Alamsyah menuturkan, aturan ini berpotensi membuat pimpinan KPK bertindak sewenang-wenang.
"Pasal ini maksudnya apa? Jangan sampai pimpinan KPK memiliki perhatian terhadap sejumlah orang yang enggak disukai lalu meminta Inspektorat Jenderal melakukan pengawasan," kata Wana, dikutip dari Koran Tempo edisi Jumat, 27 Desember 2019.
Menurut Wana, kondisi semacam itu akan menimbulkan suasana kerja yang tidak independen di kalangan pegawai jika masalah pengawasan saja bergantung pada suka atau tidak suka pimpinan. Padahal, perseroan kinerja KPK selama ini tidak didasari masalah personal. "Ini akan berpengaruh terhadap independensi pegawai KPK, khususnya pada fungsi penindakan."
Pasal yang menyebut pimpinan KPK berada di bawah presiden dan bertanggung jawab terhadap presiden juga dipersoalkan. Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan pasal itu mempertegas keinginan Jokowi untuk menghilangkan independensi KPK. "Saya curiga aturan ini sengaja dibuat agar presiden bisa mengendalikan penuh KPK," kata Feri.
Meski KPK kini menjadi lembaga eksekutif, Feri berpendapat tidak serta merta KPK menjadi lembaga di bawah presiden. Mestinya, kata dia, KPK tetap menjadi lembaga yang bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporan secara berkala kepada presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan Pemeriksa Keuangan.